welcome

welcome

Sabtu, 30 November 2013

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat



PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosialP.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.
TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
– Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
- Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
study kasus :
pelapisan sosial pada kaum ningrat dengan kaum awam.
Kaum ningrat tidak di perbolehkan berhubungan dengan kaum awam dikarenakan perbedaan sosial.



PERBEDAAN SYSTEM PELAPISAN DALAM MASYARAKAT
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok social.
Masyarakat dan individu adalah komplementer dapat dilihat dalam kenyataan bahwa:
a) Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b) Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan menyebabkan perubahan
Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai strafukasi sosial diantaranya menurut Pitirin A. Sorikin bahwa “pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”.
Theodorson dkk berpendapat bahwa “pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relative permanen yang terdapat dalam system social didalam hal perbedaan hak,pengaruh dan kekuasaan”.
Masyarakat yang berstatifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapiasan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit keatas.
B. Peelapisan sosial cirri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system sosial masyarakat kuno.
Didalam organisasi masyarakat primitifpun dimana belum mengenai tulisan. Pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal itu terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
a. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
b. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
c. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
d. Adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum
e. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
f. Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum
Pendapat tradisional tentang masyarakat primitif sebagai masyarakat yang komunistis yang tanpa hak milik pribadi dan perdagangan adalah tidak benar. Ekonomi primitive bukanlah ekonomi dari individu-individu yang terisolir produktif kolektif.
TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class)
• Kelas bawah (lower class)
• Kelas menengah (middle class)
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class)
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1) Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2) Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3) Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4) Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5) Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan jika masyarakat terbagi menjadi lapisan-lapisan social, yaitu :
a. ukuran kekayaan
b. ukuran kekuasaan
c. ukuran kehormatan
d. ukuran ilmu pengetahuan
KESAMAAN DERAJAT DAN PERSAMAAN HAK
Sebagai warga negara Indonesia, tidak dipungkiri adanaya kesamaan derajat antar rakyaknya, hal itu sudah tercantum jelas dalam UUD 1945 dalam pasal ..
1. Pasal 27
• ayat 1, berisi mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga negara yaitu menjunjung tinggi hukum dan pemenrintahan
• ayat 2, berisi mengenai hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

2. Pasal 28, ditetapkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan tulisan.
3. Pasal 29 ayat 2, kebebasan memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara
4. Pasal 31 ayat 1 dan 2, yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran.
ELITE DAN MASSA
Dalam masyarakat tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat mral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak tentu.Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd,t etapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas. Cirri-ciri massa adalah :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan misalnya malalui pers
2. Massa merupakan kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym
3. Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya
PENDAPAT : Kesamaan derajat adalah sifat perhubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik artinya orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah negara.

Kesamaan Derajat

Menurut Pasal 29 Ayat 2 Tentang : “Setiap warga negara memiliki hak untuk memeluk agama masing-masing tanpa adanya paksaan dan beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.”

         Identitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan antar umat seagama dan antar umat beragama yang rukun. Disamping itu, menurut UU no. 16/1969, negara Indonesia mengakui multiagama yang dianut oleh bangsanya yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindhu, Budha, dan Kong Hu Cu. Pada Era Orde Baru, agama Kong Hu Cu tidak diakui sebagai agama resmi negara Indonesia, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia. Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan disintegrasi bangsa.

      Setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaannya itu sendiri tanpa adanya paksaan dari seseorang. Misalnya saja, seorang muslim yang kerena keadaan perekonomiannya melemah, datang seseorang menawarkan sembako untuk dibagikan ke mereka lalu mengajak dengan paksa untuk berpindah agama. Ini membuktikan bahwa keimanan dan kepercayaan tersebut dapat di pengaruhi oleh materi, sehingga banyak konflik-konflik muncul yang terjadi di Indonesia.

        Contoh kasus lain seperti aliran sesat atau aliran yang mempercayakan Tuhan itu “Manusia”. Banyak yang menyalahgunakan agama dan kepercayaan tersebut. Padahal sudah jelas, di dalam Undang-undang sudah tercantum semua apa saja sanksi-sanksi yang akan di terima oleh oknum atau ormas yang menyalahgunakan.

     Walaupun berbeda agama dan kepercayaan, warga negara khususnya Indonesia berhak saling menghargai antar umat agama yang berbeda. Untuk itu menurut, Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu diciptakan tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada. Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain juga mampu belajar satu sama yang lain. Jadi, setiap warga negara harus menjunjung tinggi nilai keagamaannya itu sendiri.
Massa
Organisasi massa
Keberadaan organisasi massa adalah sebuah kebutuhan. Sebabnya, berekspresi dan mengaktualisasikan diri adalah salah satu kebutuhan manusia. Bahkan, Abraham Maslow, mendudukkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi manusia. Berorganisasi, dengan demikian, adalah salah satu cara mengaktualisasikan diri dan merupakan kebutuhan manusia yang tak dapat dipungkiri.
Indonesia sendiri tidak menafikan hal ini. Pancasila memuat nilai persatuan dan musyawarah yang lekat sekali dengan esensi berorganisasi. Individu yang berkumpul bersama individu lain adalah suatu wujud persatuan, sehingga berorganisasi adalah hal yang Pancasilais. Bahkan konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Apabila dikaitkan dengan kebudayaan, justru berorganisasi menunjukkan budaya kita sebagai orang timur. Komunalistik yang menjadi lawan individualistik dari budaya barat merupakan tradisi yang sudah mendarah-daging.
Tidak ada yang salah dengan berorganisasi apabila ditilik dari sudut ini. Bahkan, keberadaan organisasi justru merupakan salah satu pilar demokrasi. Civil society adalah hal yang dibutuhkan untuk menciptakan demokrasi yang kuat. Jadi, keberadaan organisasi massa sesungguhnya adalah asset bangsa.
Salah Solusi
Sayangnya, hakekat yang mulia itu dikotori oleh tindak-tanduk kekanak-kanakan beberapa organisasi massa. Ironisnya, organisasi-organisasi ini kerap membawa-bawa dimensi kesukuan dan keagamaan. Akibatnya, ketika organisasi massa itu berlaku menyimpang, penyimpangan itu justru menjadi identik dengan agama dan suku tertentu yang diasosiasikan dalam organisasi massa itu.
Melihat hal ini, maka dapat diperhatikan bukan semangat berorganisasinya, ataupun suku, apalagi agamanya yang salah. Justru, manusia-manusia dangkal yang tidak mampu melihat tujuan yang lebih mulia dari sekedar kepentingan pribadinya inilah yang membuat masalah. Dengan demikian, salah besar apabila untuk mengatasinya justru dengan menciptakan undang-undang organisasi massa.
Dengan melihat masalah kekerasan dan kericuhan yang timbul sebagai akibat organisasi massa, kita telah menafikan kebaikan dan manfaat organisasi massa. Bahkan, telah mengingkari semangat konstitusi. Padahal, kesalahan manusianyalah yang harus dibabat bukan justru mematikan organisasi massanya.
Bayangkan apabila organisasi massa yang membawa-bawa agama dan suku itu apabila dibawa ke jalur yang benar, betapa besar potensi kegamaan bangsa ini yang bisa diraih. Apabila organisasi-organisasi massa yang bersifat kesukuan dibawa untuk menggali nilai-nilai budaya suku yang sudah lama terkubur zaman dan berusaha melestarikannya, betapa akan kayanya Indonesia. Salahnya, dalil agama dan suku dipakai untuk melegalkan premanisme dan kekerasan. Inilah yang harus diselesaikan.
Untuk itu, tidak perlu membuat undang-undang baru. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah lebih dari cukup untuk menjadi saring perilaku bejat itu. Hukum zaman kolonial itu, ternyata jauh lebih visioner untuk melihat perilaku yang patut dipidana atau tidak. Masalahnya, justru ada pada penegakan hukumnya.
Kalau masalahnya adalah penegakan hukum –hukum formil- tidak akan cocok dengan solusi berupa pembenahan hukum materiil yaitu pembuatan undang-undang baru. Penegakan hukum formil memerlukan komitmen dan aksi nyata alih-alih sekedar kata-kata. Itulah sesungguhnya yang tengah raib.
Kehilangan Hukum
Raibnya penegakan hukum ini menyampaikan pesan kepada rakyat bahwa negara tengah absen dari hidup rakyatnya. Dengan demikian, rakyat bisa bertindak apa saja, dengan cara apa saja. Rakyat menjadi tidak terkendali dan dengan demikian menggiring kondisi kepada kekacauan. Padahal menurut James Madison, kalau manusia itu malaikat, pemerintah tak akan dibutuhkan (if men were angels, no government would be necessary). Perkataan bapak bangsa Amerika Serikat ini mengingatkan kita bahwa keberadaan pemerintah dibutuhkan karena tidak semua manusia mampu bergaul secara benar dengan sesamanya.
Laporan wikileaks membocorkan bahwa keberadaan organisasi massa yang saat ini berkonflik dengan masyarakat Kendal, pada awalnya karena “dipelihara” Polisi. Ini meyakinkan, bahkan seolah benar ketika ditunjukkannya pembiaran demi pembiaran yang dilakukan oleh Polri terhadap aksi sweeping yang dilakukan organisasi massa ini. Polri sungguh menunjukkan tingkat toleransi dan kesabaran yang sangat tinggi terhadap polah tingkah organisasi yang gemar membawa semangat keagamaan ini.
Bocoran wikileaks ini harus dibuktikan salah oleh Polri agar negara kita jangan malu. Caranya bukan dengan kata-kata tetapi haruslah melalui perbuatan nyata. Dimulai dengan memasung aksi-aksi brutal yang dilakukan dan Polisi benar-benar menjadi pengayom, pelindung, dan pelindung masyarakat.
Mulai dari sanalah kepolisian bisa membangun kepercayaan publik bahwa berbagai tragedi yang terjadi bukanlah agenda setting atau konspirasi –kata yang gemar diucapkan oleh sebuah partai di Republik ini. Dengan cara itu, wibawa kepolisian akan sedikit demi sedikit terbangun. Polisi, lama-kelamaan, akan menimba rasa segan dari kawan maupun lawan.
Mengutip Zuhairi Misrawi, berfikir, berakal, berilmu, kurang lebih ada tiga ratus dua puluh tujuh kali diulang dalam Al-Quran. Jadi, soal simalakama organisasi massa ini hanya dapat diselesaikan dengan pikiran yang dingin dan akal sehat yang diwujudkan dalam tindakan.
Perwujudan ini bisa dengan mudah terlaksanakan apabila aparat yang terkait memiliki komitmen, kompetensi, dan koordinasi yang jelas. Hukum sebagai benda mati tidak akan hidup apabila para penegak hukumnya tidak punya komitmen untuk menegakkannya. Tidak pula akan efektif apabila kompetensi para penegaknya abal-abal. Dan yang tidak boleh dilupakan, takkan mungkin efektif apabila koordinasi aparat tidak bisa sinergis.
Maka, darah yang tersimbah akibat munculnya organisasi massa bukanlah akibat bangsa ini tidak memiliki cukup undang-undang, tetapi akibat kesukaan bangsa ini menunda-nunda penegakan hukum. Patut diingat wejangan W.E. Gladstone, penundaan keadilan adalah pengingkaran keadilan (justice delayed is justice denied).
Apabila hukum yang sudah ada secara konsisten ditegakkan, sebetulnya tidak akan ada tragedi yang sering terjadi hari ini. Bahkan sebetulnya bangsa ini akan memanen buah soliditas kebangsaan. Bahwa suku dan agama apabila diletakkan secara tepat adalah kekayaan bangsa dan keragamannya adalah sebuah berkah. Sesungguhnya bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar.

Sumber :
-http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial
-http://yanezzcihuy.wordpress.com/2010/10/23/terjadinya-pelapisan-      sosial/
-http://www.facebook.com/topic.php?uid=174781952364&topic=11155
- Modul ISD universitas Gunadarma.
- UUD 1945 Amandemen.
http://hukum.kompasiana.com/2013/08/23/simalakama-organisasi-massa-586377.html

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More