PENGERTIAN PELAPISAN
SOSIAL
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social
stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi
sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim
A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat,
ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan
tersebut disebut strata sosial. P.J.
Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda
disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu
cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut
gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.
TERJADINYA PELAPISAN
SOSIAL
Terjadinya Pelapisan
Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
– Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
- Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
study kasus :
pelapisan sosial pada kaum ningrat dengan kaum awam.
Kaum ningrat tidak di perbolehkan berhubungan dengan kaum awam dikarenakan perbedaan sosial.
– Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
- Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
study kasus :
pelapisan sosial pada kaum ningrat dengan kaum awam.
Kaum ningrat tidak di perbolehkan berhubungan dengan kaum awam dikarenakan perbedaan sosial.
PERBEDAAN SYSTEM
PELAPISAN DALAM MASYARAKAT
Masyarakat terbentuk
dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar
belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari
kelompok-kelompok social.
Masyarakat dan individu adalah komplementer dapat dilihat dalam kenyataan bahwa:
a) Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b) Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan menyebabkan perubahan
Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai strafukasi sosial diantaranya menurut Pitirin A. Sorikin bahwa “pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”.
Theodorson dkk berpendapat bahwa “pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relative permanen yang terdapat dalam system social didalam hal perbedaan hak,pengaruh dan kekuasaan”.
Masyarakat yang berstatifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapiasan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit keatas.
B. Peelapisan sosial cirri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system sosial masyarakat kuno.
Didalam organisasi masyarakat primitifpun dimana belum mengenai tulisan. Pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal itu terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
a. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
b. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
c. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
d. Adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum
e. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
f. Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum
Pendapat tradisional tentang masyarakat primitif sebagai masyarakat yang komunistis yang tanpa hak milik pribadi dan perdagangan adalah tidak benar. Ekonomi primitive bukanlah ekonomi dari individu-individu yang terisolir produktif kolektif.
Masyarakat dan individu adalah komplementer dapat dilihat dalam kenyataan bahwa:
a) Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b) Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan menyebabkan perubahan
Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai strafukasi sosial diantaranya menurut Pitirin A. Sorikin bahwa “pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”.
Theodorson dkk berpendapat bahwa “pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relative permanen yang terdapat dalam system social didalam hal perbedaan hak,pengaruh dan kekuasaan”.
Masyarakat yang berstatifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapiasan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit keatas.
B. Peelapisan sosial cirri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system sosial masyarakat kuno.
Didalam organisasi masyarakat primitifpun dimana belum mengenai tulisan. Pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal itu terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
a. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
b. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
c. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
d. Adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum
e. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
f. Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum
Pendapat tradisional tentang masyarakat primitif sebagai masyarakat yang komunistis yang tanpa hak milik pribadi dan perdagangan adalah tidak benar. Ekonomi primitive bukanlah ekonomi dari individu-individu yang terisolir produktif kolektif.
TEORI TENTANG
PELAPISAN SOSIAL
BEBERAPA TEORI
TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class)
• Kelas bawah (lower class)
• Kelas menengah (middle class)
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class)
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class)
• Kelas bawah (lower class)
• Kelas menengah (middle class)
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class)
Beberapa teori
tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1) Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
1) Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2) Prof. Dr. Selo
Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam
masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat
pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3) Vilfredo Pareto
menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu
golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan
itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan
kapasitas yang berbeda-beda.
4) Gaotano Mosoa
dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari
masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju
dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya
selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5) Karl Mark
menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang
memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya
dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan jika masyarakat terbagi menjadi lapisan-lapisan social, yaitu
:
a. ukuran kekayaan
b. ukuran kekuasaan
c. ukuran kehormatan
d. ukuran ilmu pengetahuan
a. ukuran kekayaan
b. ukuran kekuasaan
c. ukuran kehormatan
d. ukuran ilmu pengetahuan
KESAMAAN DERAJAT DAN
PERSAMAAN HAK
Sebagai warga negara
Indonesia, tidak dipungkiri adanaya kesamaan derajat antar rakyaknya, hal itu
sudah tercantum jelas dalam UUD 1945 dalam pasal ..
1. Pasal 27
• ayat 1, berisi mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga negara yaitu menjunjung tinggi hukum dan pemenrintahan
• ayat 2, berisi mengenai hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
•
2. Pasal 28, ditetapkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan tulisan.
• ayat 1, berisi mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga negara yaitu menjunjung tinggi hukum dan pemenrintahan
• ayat 2, berisi mengenai hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
•
2. Pasal 28, ditetapkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan tulisan.
3. Pasal 29 ayat 2,
kebebasan memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara
4. Pasal 31 ayat 1 dan 2, yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran.
4. Pasal 31 ayat 1 dan 2, yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran.
ELITE DAN MASSA
Dalam masyarakat
tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya
dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum
elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati
kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang
terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang
kekuasaan.
Dalam cara
pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat
di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di
dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran,
dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat
menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama
sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu
pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci
atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai
kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya,
pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader)
inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang
akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua kecenderungan
untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada
fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat mral.
Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan
elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas
sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan
santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian
tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema yang memperlihatkan
sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak tentu.Istilah massa
dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang
elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd,t etapi yang
secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili
oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang
terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar
di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai
dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam
arti luas. Cirri-ciri massa adalah :
1. Keanggotaannya
berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang
dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat
kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka
sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang
pembunuhan misalnya malalui pers
2. Massa merupakan
kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang
anonym
3. Sedikit interaksi
atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya
PENDAPAT :
Kesamaan derajat adalah sifat perhubungan antara manusia dengan lingkungan
masyarakat umumnya timbal balik artinya orang sebagai anggota masyarakat
mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah negara.
Kesamaan
Derajat
Menurut Pasal 29 Ayat 2 Tentang : “Setiap
warga negara memiliki hak untuk memeluk agama masing-masing tanpa adanya
paksaan dan beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.”
Identitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan
memiliki hubungan antar umat seagama dan antar umat beragama yang rukun.
Disamping itu, menurut UU no. 16/1969, negara Indonesia mengakui multiagama
yang dianut oleh bangsanya yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindhu, Budha, dan
Kong Hu Cu. Pada Era Orde Baru, agama Kong Hu Cu tidak diakui sebagai agama
resmi negara Indonesia, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid,
istilah agama resmi negara dihapuskan. Islam adalah agama mayoritas bangsa
Indonesia. Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia
dikatakan negara yang rawan disintegrasi bangsa.
Setiap warga
negara memiliki agama dan kepercayaannya itu sendiri tanpa adanya paksaan dari
seseorang. Misalnya saja, seorang muslim yang kerena keadaan perekonomiannya
melemah, datang seseorang menawarkan sembako untuk dibagikan ke mereka lalu
mengajak dengan paksa untuk berpindah agama. Ini membuktikan bahwa keimanan dan
kepercayaan tersebut dapat di pengaruhi oleh materi, sehingga banyak
konflik-konflik muncul yang terjadi di Indonesia.
Contoh
kasus lain seperti aliran sesat atau aliran yang mempercayakan Tuhan itu
“Manusia”. Banyak yang menyalahgunakan agama dan kepercayaan tersebut. Padahal
sudah jelas, di dalam Undang-undang sudah tercantum semua apa saja
sanksi-sanksi yang akan di terima oleh oknum atau ormas yang menyalahgunakan.
Walaupun berbeda
agama dan kepercayaan, warga negara khususnya Indonesia berhak saling
menghargai antar umat agama yang berbeda. Untuk itu menurut, Magnis Suseno,
salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu diciptakan
tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada. Menghormati berarti
mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain juga mampu
belajar satu sama yang lain. Jadi, setiap warga negara harus menjunjung tinggi
nilai keagamaannya itu sendiri.
Massa
Organisasi massa
Keberadaan organisasi
massa adalah sebuah kebutuhan. Sebabnya, berekspresi dan mengaktualisasikan
diri adalah salah satu kebutuhan manusia. Bahkan, Abraham Maslow, mendudukkan
aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi manusia. Berorganisasi, dengan demikian,
adalah salah satu cara mengaktualisasikan diri dan merupakan kebutuhan manusia
yang tak dapat dipungkiri.
Indonesia sendiri
tidak menafikan hal ini. Pancasila memuat nilai persatuan dan musyawarah yang
lekat sekali dengan esensi berorganisasi. Individu yang berkumpul bersama
individu lain adalah suatu wujud persatuan, sehingga berorganisasi adalah hal
yang Pancasilais. Bahkan konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berserikat dan
berkumpul.
Apabila dikaitkan
dengan kebudayaan, justru berorganisasi menunjukkan budaya kita sebagai orang
timur. Komunalistik yang menjadi lawan individualistik dari budaya barat
merupakan tradisi yang sudah mendarah-daging.
Tidak ada yang salah
dengan berorganisasi apabila ditilik dari sudut ini. Bahkan, keberadaan
organisasi justru merupakan salah satu pilar demokrasi. Civil society
adalah hal yang dibutuhkan untuk menciptakan demokrasi yang kuat. Jadi,
keberadaan organisasi massa sesungguhnya adalah asset bangsa.
Salah Solusi
Sayangnya, hakekat
yang mulia itu dikotori oleh tindak-tanduk kekanak-kanakan beberapa organisasi
massa. Ironisnya, organisasi-organisasi ini kerap membawa-bawa dimensi kesukuan
dan keagamaan. Akibatnya, ketika organisasi massa itu berlaku menyimpang,
penyimpangan itu justru menjadi identik dengan agama dan suku tertentu yang
diasosiasikan dalam organisasi massa itu.
Melihat hal ini, maka
dapat diperhatikan bukan semangat berorganisasinya, ataupun suku, apalagi
agamanya yang salah. Justru, manusia-manusia dangkal yang tidak mampu melihat
tujuan yang lebih mulia dari sekedar kepentingan pribadinya inilah yang membuat
masalah. Dengan demikian, salah besar apabila untuk mengatasinya justru dengan
menciptakan undang-undang organisasi massa.
Dengan melihat
masalah kekerasan dan kericuhan yang timbul sebagai akibat organisasi massa,
kita telah menafikan kebaikan dan manfaat organisasi massa. Bahkan, telah
mengingkari semangat konstitusi. Padahal, kesalahan manusianyalah yang harus
dibabat bukan justru mematikan organisasi massanya.
Bayangkan apabila
organisasi massa yang membawa-bawa agama dan suku itu apabila dibawa ke jalur
yang benar, betapa besar potensi kegamaan bangsa ini yang bisa diraih. Apabila
organisasi-organisasi massa yang bersifat kesukuan dibawa untuk menggali
nilai-nilai budaya suku yang sudah lama terkubur zaman dan berusaha
melestarikannya, betapa akan kayanya Indonesia. Salahnya, dalil agama dan suku
dipakai untuk melegalkan premanisme dan kekerasan. Inilah yang harus
diselesaikan.
Untuk itu, tidak
perlu membuat undang-undang baru. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah
lebih dari cukup untuk menjadi saring perilaku bejat itu. Hukum zaman kolonial
itu, ternyata jauh lebih visioner untuk melihat perilaku yang patut dipidana
atau tidak. Masalahnya, justru ada pada penegakan hukumnya.
Kalau masalahnya
adalah penegakan hukum –hukum formil- tidak akan cocok dengan solusi berupa
pembenahan hukum materiil yaitu pembuatan undang-undang baru. Penegakan hukum
formil memerlukan komitmen dan aksi nyata alih-alih sekedar kata-kata. Itulah
sesungguhnya yang tengah raib.
Kehilangan Hukum
Raibnya penegakan
hukum ini menyampaikan pesan kepada rakyat bahwa negara tengah absen dari hidup
rakyatnya. Dengan demikian, rakyat bisa bertindak apa saja, dengan cara apa
saja. Rakyat menjadi tidak terkendali dan dengan demikian menggiring kondisi
kepada kekacauan. Padahal menurut James Madison, kalau manusia itu malaikat,
pemerintah tak akan dibutuhkan (if men were angels, no government would be
necessary). Perkataan bapak bangsa Amerika Serikat ini mengingatkan kita bahwa
keberadaan pemerintah dibutuhkan karena tidak semua manusia mampu bergaul
secara benar dengan sesamanya.
Laporan wikileaks
membocorkan bahwa keberadaan organisasi massa yang saat ini berkonflik dengan
masyarakat Kendal, pada awalnya karena “dipelihara” Polisi. Ini meyakinkan,
bahkan seolah benar ketika ditunjukkannya pembiaran demi pembiaran yang
dilakukan oleh Polri terhadap aksi sweeping yang dilakukan organisasi massa
ini. Polri sungguh menunjukkan tingkat toleransi dan kesabaran yang sangat
tinggi terhadap polah tingkah organisasi yang gemar membawa semangat keagamaan
ini.
Bocoran wikileaks ini
harus dibuktikan salah oleh Polri agar negara kita jangan malu. Caranya bukan
dengan kata-kata tetapi haruslah melalui perbuatan nyata. Dimulai dengan
memasung aksi-aksi brutal yang dilakukan dan Polisi benar-benar menjadi
pengayom, pelindung, dan pelindung masyarakat.
Mulai dari sanalah
kepolisian bisa membangun kepercayaan publik bahwa berbagai tragedi yang
terjadi bukanlah agenda setting atau konspirasi –kata yang gemar
diucapkan oleh sebuah partai di Republik ini. Dengan cara itu, wibawa
kepolisian akan sedikit demi sedikit terbangun. Polisi, lama-kelamaan, akan
menimba rasa segan dari kawan maupun lawan.
Mengutip Zuhairi
Misrawi, berfikir, berakal, berilmu, kurang lebih ada tiga ratus dua puluh
tujuh kali diulang dalam Al-Quran. Jadi, soal simalakama organisasi massa ini
hanya dapat diselesaikan dengan pikiran yang dingin dan akal sehat yang
diwujudkan dalam tindakan.
Perwujudan ini bisa dengan
mudah terlaksanakan apabila aparat yang terkait memiliki komitmen, kompetensi,
dan koordinasi yang jelas. Hukum sebagai benda mati tidak akan hidup apabila
para penegak hukumnya tidak punya komitmen untuk menegakkannya. Tidak pula akan
efektif apabila kompetensi para penegaknya abal-abal. Dan yang tidak boleh
dilupakan, takkan mungkin efektif apabila koordinasi aparat tidak bisa
sinergis.
Maka, darah yang
tersimbah akibat munculnya organisasi massa bukanlah akibat bangsa ini tidak
memiliki cukup undang-undang, tetapi akibat kesukaan bangsa ini menunda-nunda
penegakan hukum. Patut diingat wejangan W.E. Gladstone, penundaan keadilan
adalah pengingkaran keadilan (justice delayed is justice denied).
Apabila hukum yang
sudah ada secara konsisten ditegakkan, sebetulnya tidak akan ada tragedi yang
sering terjadi hari ini. Bahkan sebetulnya bangsa ini akan memanen buah
soliditas kebangsaan. Bahwa suku dan agama apabila diletakkan secara tepat
adalah kekayaan bangsa dan keragamannya adalah sebuah berkah. Sesungguhnya
bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar.
Sumber :
-http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial
-http://yanezzcihuy.wordpress.com/2010/10/23/terjadinya-pelapisan- sosial/
-http://www.facebook.com/topic.php?uid=174781952364&topic=11155
- Modul ISD universitas Gunadarma.
- UUD 1945 Amandemen.
-http://yanezzcihuy.wordpress.com/2010/10/23/terjadinya-pelapisan- sosial/
-http://www.facebook.com/topic.php?uid=174781952364&topic=11155
- Modul ISD universitas Gunadarma.
- UUD 1945 Amandemen.
http://hukum.kompasiana.com/2013/08/23/simalakama-organisasi-massa-586377.html
0 komentar:
Posting Komentar